Oleh:
Pdt Daniel Taruli Asi Harahaphttp://rumametmet.com
Terus terang Tempo adalah satu-satunya media nasional yang melegakan hati
saya di hari-hari terakhir sakit mantan presiden Soeharto sampai kepada
kematiannya dan pemakamannya. Ketika seluruh media televisi tiba-tiba secara
memualkan mendaulad Soeharto sebagai seorang “santo”, “aulia” atau “pahlawan
suci tak bercela” hanya majalah Tempolah yang tetap menjaga dirinya kritis dan
jernih memandang bekas penguasa digdaya Indonesia selama 32 (tiga puluh dua)
tahun. Jauh sebelumnya, Tempo jugalah satu-satunya majalah yang serius melakukan
investigasi melacak kekayaan Soeharto dan keluarganya. Tanpa harus mencemooh dan
memaki-maki memakai bahasa vulgar, Tempo tetap pada pendiriannya bahwa Soeharto
yang setelah mundur dari presiden menjadi manusia tua renta itu adalah figur
yang penuh kontroversi di saat berkuasa, yang cenderung menganggap dirinya
sebagai raja dengan restu ilahi yang kata-katanya bak sabda tak tersanggah, dan
melakukan banyak kekerasan sekehendak
hatinya. Dari
Tempo jugalah saya sering tahu hal-hal kecil tapi aneh di sekitar lingkaran
kekuasaan yang menggelitik hati untuk berpikir dalam. Salah satu kejanggalan
itu: walaupun para mantan pejabat dan tokoh seakan ber-koor meminta masyarakat
memaafkan mantan presiden Soeharto namun anak-anak Soeharto sendiri rupanya sama
sekali tidak mampu memaafkan Habibie dan Harmoko, yang terbukti dari penolakan
kehadiran keduanya untuk menjenguk mantan bossnya. Padahal Habibie sudah
jauh-jauh terbang dari Jerman.
Namun hari-hari ini Tempo dikecam habis-habisan oleh orang Kristen (tidak
semua) atas covernya yang dianggap sensasional. Dan Tempo meminta maaf. Cover
itu sendiri diakui oleh perancangnya diilhami oleh lukisan Leonardo Davinci “The
Last Supper”, perjamuan terakhir Yesus bersama murid-muridNya sebelum Dia
disalibkan. Namun tokoh-tokoh yang duduk di sekitar meja perjamuan itu adalah
Soeharto, dan anak-anaknya (Tutut di kanan dan Sigit di kiri, dan Tomi sedang
berbisik entah apa). Postur tubuh tokoh-tokohnya persis lukisan Last Supper.
Saya sendiri mengaku ketika pertama kali melihat cover itu terperanjat
dan
bertanya-tanya: apa hubungannya? Mengapa desainer itu melukiskan Soeharto
seperti Yesus sedang makan Paskah terakhir sebagaimana lukisan Davinci itu?
Saya mengakui sebenarnya lukisan Last Supper itu adalah imajinasi Davinci
sendiri (sebab Yesus dan murid-muridNya tidak terbiasa duduk di kursi memakai
meja) yang memakai kerangka berpikir Eropah abad pertengahan. Wajah Yesus adalah
wajah Yesus yang dibayangkan oleh sang pelukis. Kita semua tahu bahwa pada masa
itu sama sekali belum ada kamera dan wajah Yesus baru “dilukis” sesudah beberapa
abad kematianNya. Karena itu dari segi agama sebenarnya tidak ada penodaan atau
pelecehan. Tapi tunggu dulu. Sebagian orang Kristen, terutama dari kalangan
Katolik dan ortodoks memperlakukan lukisan tokoh-tokoh
Alkitab dan bapa-bapa
gereja tidak sekadar lukisan atau dekorasi, tetapi bagian dari perlengkapan
ibadah, bahkan ikon, benda suci, Kitab Suci dalam rupa atau gambar. Disinilah
masalahnya. Tempo tentu bisa dianggap tidak sensitif terhadap keyakinan pemeluk
agama Kristen khususnya Katolik yang meninggikan lukisan-lukisan agama itu.
Namun bukan hanya umat Katolik yang merasa terusik. Lukisan Davinci telah lama
merasuk ke dalam kehidupan umat Kristen secara keseluruhan. Lukisan itu begitu
banyak dipasang di ruang tamu Kristen (bukan hanya Katolik) dan menjadi simbol
kekristenan yang paling populer sesudah
salib. Apalagi lukisan itu merujuk
kepada sakramen perjamuan kudus yang diamanatkan oleh Yesus. Pertanyaan di sini:
mengapa Tempo menggunakan simbol keagamaan yang sangat penting ini untuk
pemberitaannya tentang Soeharto setelah dia (Soeharto) pergi? Namun jangan
gusar. Bukan Tempo yang pertama kali mengutak-atik lukisan Last Supper. Kalau
tidak percaya: googling saja atau lacak saja di internet. Dengan mudah kita
bertemu lukisan atau karikatur yang mengambil Last Supper sebagai inspirasinya.
Sebagian inspiring dan sebagian lagi konyol.
Kebetulan saya bukan kritikus seni. Sebab itu saya mencoba memahami makna
cover Tempo itu dengan logika saya sendiri. Terus terang, awalnya sulit sekali
bagi saya memahami kenapa sang perancang cover menyamakan Soeharto dengan Yesus.
Kedua tokoh ini menurut saya berbeda bagaikan langit dan bumi. Yesus seorang
miskin papa dan tidak meninggalkan warisan sedikit pun bahkan tidak punya rumah.
Soeharto kaya raya dan pernah disebut Forbes sebagai salah satu orang terkaya di
dunia dan dituduh mendapatkan harta itu dengan tidak sah. Yesus tidak memiliki
anak atau keturunan sementara Soeharto punya anak cucu
yang senantiasa
disokong dan diistimewakannya berbisnis selama dia berkuasa. Yesus tidak pernah
menjadi penguasa politik dan militer. Soeharto adalah presiden 32 tahun dan
jenderal besar. Yesus tidak pernah melakukan kekerasan. Soeharto (sesuai
pengakuannya sendiri) menganggap kekerasan itu perlu. Lantas apa hubungan antara
Yesus dan Soeharto kecuali sama-sama anak desa? Mengapa si perancang melukis
Soeharto bagaikan Yesus di hari terakhir kehidupannya? Saya tidak yakin Tempo
bodoh atau lugu. Juga saya tidak yakin Tempo ingin menghina agama Kristen yang
saya anut sebab selama bertahun-tahun membaca Tempo saya menangkap komitmen
Tempo kepada pluralitas agama dan budaya. (Namun saya percaya Tempo kadang butuh
sensasi menaikkan oplah). Lantas selain sensasi dalam rangka menaikkan tiras apa
pesan yang mau disampaikan majalah kesukaan saya ini?
Setelah membaca seksama keseluruhan laporan utama majalah Tempo tentang
sepak-terjang Soeharto dan anak-anak serta cucunya, saya berkesimpulan Tempo
sedang menyindir. Ya itu gaya khas Tempo (juga kebiasaan orang Timur baik-baik).
Dia menyindir bangsa ini, orang-orang Kristen dan beragama lainnya, dan mungkin
juga menyindir media-media lain yang tiba-tiba mengangkat Soeharto menjadi orang
suci tanpa cela (dengan melupakan begitu saja pembantaian terhadap orang PKI,
korban operasi militer di Aceh dan Papua, kerusuhan Mei yang menyengsarakan
puluhan ribu warga Tionghoa, kebangkrutan ekonomi dll).
Sindiran itu kena.
Saya merasa ditohok, sebab saya tahu betul ada banyak sekali orang Kristen (juga
orang beragama lainnya) yang diam-diam atau terang-terangan memuja Soeharto
seperti seorang “tuan dari segala tuan” dan “raja dari segala raja” yang harus
ditaati mutlak atau tanpa syarat. Ya banyak orang di saat Soeharto berkuasa dan
apalagi setelah matinya menganggap dia bagaikan “juruselamat” bangsa ini. Dengan
memparodikan lukisan Davinci, Tempo sedang membuat Yesus (secara tersirat
tokoh-tokoh luhur penganjur iman lainnya) sebagai cermin bagi Soeharto dan semua
orang berkuasa dan berambisi berkuasa mutlak. Alih-alih menghina Yesus, majalah
yang didirikan oleh Gunawan Mohammad itu justru meninggikan Yesus yang sepanjang
hidupNya
memilih kesederhanaan, kebenaran, cara-cara tanpa kekerasan, dan
jauh dari kekuasaan duniawi. Sebaliknya tentang Soeharto tahu sendirilah. Sebab
itu menghadapi sindiran semacam itu saya dan kita seharusnya senyum (walau muka
memerah) dan bukannya marah-marah. Apalagi tanpa membaca laporan yang ada
dibalik cover majalah itu.
Sebab itu saya sama sekali tidak tersinggung dengan cover Tempo yang
mengambil inspirasi dari lukisan terkenal Leonardo Davinci. Malah saya
bersyukur. Cover Tempo itu dan terutama laporan di dalamnya bukan saja memberi
saya informasi “enak dibaca dan perlu” tentang Soeharto, tetapi juga mendorong
saya merenung ulang tentang apa sebenarnya yang disebut menjadi kristen atau
pengikut Yesus di Indonesia yang centang-perenang ini. Yaitu: menjadikan hidup
Yesus sebagai teladan atau acuan. Silahkan catat: inilah sikap hidup Yesus yang
harus juga ada pada orang-orang yang mengatakan diri sebagai pengikutNya:
mengambil resiko mengatakan yang benar, tidak mau menggunakan kekerasan, dan
suka membela orang miskin dan tersingkirkan. Jujur,
sedikit-banyak sikap itu
saya temukan secara konsisten pada orang-orang Tempo. Namun saya mau tanya
terutama kepada kawan-kawan saya Kristen: apakah sikap hidup Yesus itu juga ada
pada Anda yang hari-hari ini merasa imannya terusik dan tersinggung. Jika tidak,
diamlah [.]